A.
Kerajaan Demak
Kesultanan Islam pertama
yang berdiri di pulau Jawa adalah Kesultanan Demak. Kesultanan Demak didirikan
di Desa Glagah Wangi. Daerah ini terletak di tepi pantai utara pulau Jawa,
sekarang termasuk wilayah Provinsi JawaTengah. Pada saat itu, daerah ini
termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Demak muncul sebagai
kerajaan Islam di pulau Jawa berhubungan dengan munculnya masyarakat Islam di
daerah pesisir/pantai utara pulau Jawa. Hal ini terjadi karena makin banyaknya
para pedagang Muslim yang berkunjung di daerah ini seperti Surabaya, Gresik,
Tuban, Jepara, dan Demak. Berawal dan hubungan dagang inilah lalu banyak orang
Jawa tertarik memeluk agama yang dibawa pedagang Muslim tersebut, rela
meninggalkan agama lamanya yaitu Hindu atau Buddha. Di sini tokoh-tokoh yang
sangat berjasa memperkenalkan Islam kepada orang Jawa adalah para Wali yang
jumlahnya sembilan (wali sanga).
Salah satu murid Sunan
Ampel adalah Raden Patah, anak Raja Majapahit (Brawijaya) dengan salah satu
istrinya yang berasal dan Campa (sekarang di perbatasan Kamboja dan Vietnam)
yang beragama Islam. Sebagai anak raja, Raden Patah diberi tanah jabatan di
Desa Glagah Wangi. Pada waktu yang bersamaan, Kerajaan Majapahit makin lemah
akibat pemberontakani terus menerus yang dilakukan antar anak keturunan Prabu
Hayam Wuruk. Dengan keadaan seperti ini, Raden Patah dengan dukungan para tokoh
Islam yang sering dikenal dengan Wali Sanga, mendirikan kerajaan Islam di tanah
jabatannya tersebut.
Kerajaan Demak makin hari
makin kuat. Sebaliknya Kerajaan Majapahit makin lemah dan akhirnya hancur.
Wilayah Kerajaan Demak terus meluas. Ke timur sampai Surabaya. Ke barat, sampai
Banten. Ke selatan, sampai Yogya dan Ponorogo. Bahkan kekuasaannya sampai menyeberang
ke Palembang dan Banjarmasin.
Raden Patah terus melakukan
pembenahan pemerintahannya dan meningkatka dakwah Islam. Para penasihat
agamanya Wali Sanga, menyodorkan strategi dakwah Islam yang jitu. Mereka
mengajukan rencana dakwah Islam melalui pendekatan budaya, bukan dengan
pendekatan militer atau kekerasan fisik. Raden Patah rnenyetujuinya. Dengan
demikian, dakwah Islam di pulau Jawa dilakukan dengan kerja budaya, seperti
memasukkan ajaran Islam lewat dongeng-dongeng yang hidup di kalangan rakyat seperti
cerita Aji Saka, Dewa Ruci, dan Amir Hamzah; mengisi ritual Hindu atau Buddha
dengan inti ajaran tauhid tanpa mengubah bentuk luarnya seperti selamatan
kematian 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari; menggunakan wayang
sebagai sarana dakwah; menciptakan upacara-upacara Islam dengan corak Jawa
seperti Selikuran (peringatan Nuzulul Quran), Riyaya (salat Idul Fitri), Grebeg
Bakda (perayaan Idul fitri), Grebeg Besar (perayaan Idul Adha), Grebeg Maulid
(perayaan memperingati hari lahir Nabi Muhammad saw); menciptakan karya seni
Islam bercorak Jawa seperti gamelan, lagu/gending jawa, parikan, syair, dan
lain-lain.
Raden Patah digantikan oleh
Adipati Unus yang dikenal dengan nama Patiunus, anaknya. Adipati Unus atau
Patiunus adalah anak lelaki tertua Raden Patah yang semula menjabat sebagai
Adipati/Bupati Jepara. Sebelum diangkat sebagai sultan, Patiunus dikenal dengan
julukan Pangeran Sabrang Lor karena sempat memimpin armada perang Demak ke
Selat Malaka untuk menyerang Portugis. Pangeran Sabrang Lor artinya pangeran
yang berani menyeberangi laut Jawa untuk menyerang penguasa Kristen di Malaka.
Peristiwa ini terjadi pada 1513 M, dua tahun setelah Portugis menduduki Malaka.
Portugis menjuluki Pangeran yang gagah berani ini dengan sebutan Ayam Jantan
dari Selatan.
Meskipun misinya ini gagal
tapi jihad Patiunus tersebut, memberi semangat yang menyala-nyala kepada
generasi berikutnya untuk terus melawan kekuasaan asing yang merampas hak-hak
bangsa Indonesia.
Patiunus memerintah tak
lama, hanya dua tahun. Takhta kerajaan lalu diperebutkan oleh kedua adiknya:
Pangeran Seda Lepen dan Raden Trenggono. Anak Raden Trenggono, Sunan Prawoto,
membunuh pamannya, Pangeran Seda Lepen. Dengan terbunuhnya Pangeran Seda Lepen,
maka RadenTrenggono naik takhta menjadi Sultan Demak menggantikan Patiunus.
Raden Trenggono melanjutkan
kebijakan yang telah diambil kakaknya. Perluasan wilayah terus dilakukan
sehingga hampir semua wilayah di pulau Jawa berada di bawah kekuasaannya.
Dakwah Islam terus ditingkatkan sehingga Islam menjadi agama orang Jawa.
Sultan Trenggono wafat
ketika melakukan serangan ke Kerajaan Hindu, Blambangan. Baginda dibunuh oleh
salah seorang pengawalnya yang berkhianat. Peristiwa ini terjadi pada tahun
1546 M.
Wafatnya Sultap Trenggono
secara mendadak tersebut, menimbulkan kekacauan di pusat kekuasaan. Anggota
keluarga inti kerajaan melakukan perebutan kekuasaan. Arya Penangsang, anak
Pangeran Seda Lepen, membunuh Sunan Prawoto. Sunan Prawoto adalah anak Sultan
Trenggono yang dulu membunuh ayah Arya Penangsang (Pangeran Seda Lepen).
Perebutan kekuasaan ini akhirnya dimenangkan oleh menantu Sultan Trenggono
yaitu Jaka Tingkir atau Adiwijaya. Dalam suatu pertempuran Adiwijaya berhasil
membunuh Arya Penangsang. Dengan demikian, takhta kerajaan dipegang oleh
Adiwijaya.
Sultan Adiwijaya lalu
memindahkan pusat kesultanan ke Pajang. Pajang adalah tempat kedudukan
Adiwijaya sebagai bupati sebelum dinobatkan sebagai sultan. Pemindahan pusat
kekuasaan ke Pajang didasarkan pada pertimbangan pada masih kuatnya penentangan
para pengikut Arya Penangsang dan sebagian penasihat agama, Wali Sanga, yang
tidak setuju dengan pengangkatan Adiwijaya sebagai Sultan Demak.
B.
Kesultanan Pajang
Dengan pemindahan pusat
pemerintahan dari Demak ke Pajang maka berdirilah Kesultanan Pajang di dekat
Surakarta sekarang. Sultan Adiwijaya sebagai sultan pertama. Baginda mulai
membangun kerajaannya mulai dari nol.
Dalam perkembangannya
Kesultanan Pajang mempunyai ciri yang berbeda dengan Kesultanan Demak.
Kesultanan Demak bercirikan budaya pesisiran yaitu lebih demokratis, tidak
menciptakan hubungan bertingkat-tingkat antara satu status dengan status lain,
lebih rasional, dan mengutamakan nilai Islam murni. Adapun Kesultanan Pajang
lebih bercirikan budaya pertanian dan pedalaman. Ciri-cirinya adalah penuh
dengan pandangan mistik, tidak rasional, menciptakan hubungan bertingkat antara
orang penting dengan orang tidak penting, feodalistik, mencampurkan antara
nilai-nilai kejawen, Hindu-Buddha, dan Islam.
Sultan Adiwijaya memerintah
sampai dengan 1582 M. Beliau menyerahkan kekuasaan kepada Aryo Pangiri,
menantunya (penguasa Demak). Aryo Pangiri adalah anak Pangeran Prawoto atau
cucu Sultan Trenggono. Aryo Pangiri lalu mengangkat Pangeran Benowo, anak
Adiwijaya menjadi Bupati Jipang, sebuah wilayah di bawah Kesultanan Pajang.
Pangeran Benowo sangat
kecewa pada Aryo Pangiri karena hanya diangkat sebagai bupati. Pangeran Benowo
merasa berhak menjabat sebagai sultan menggantikan ayahnya. Ia lalu minta
bantuan pada Sutawijaya, saudara angkatnya yang berkuasa di Mataram untuk
melawan Aryo Pangiri. Duet Pangeran Benowo dan Sutawijaya akhirnya dapat
mengalahkan Aryo Pangiri.
Dalam perkembangan
berikutnya, Sutawijaya mendominasi pemerintahan Pajang. Ia memang lebih cakap
dan lebih berani daripada Sultan Benowo yang lebih cenderung sebagai
kiai/ulama. Menyadari kelemahannya, Sultan Benowo lalu mengundurkan din dari
kehidupan politik. Ia lalu menekuni profesi sebagai juru dakwah agama Islam. Ia
menyerahkan takhta kepada Sutawijaya. Sutawijaya kemudian mengangkat Gagak
Bening. Pajang akhirnya sepenuhnya di bawah kendali Mataram.
C.
Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram
didirikan oleh Senopati atau Sutawijaya pada 1582 M. Pusat kekuasaannya
terletak di daerah selatan Yogyakarta sekarang. Semula ia hanyalah bawahan
Pajang. Ia diangkat oleh Sultan Adiwijaya untuk membina masyarakat di daerah
Mataram. Setelah Adiwijaya wafat, ia menguasai Pajang dengan cara pertama
membantu Pangeran Benowo mengalahkan Aryo Pangiri dan kedua mengganti Pangeran
Benowo dengan Gagak Bening. Melalui cara ini, ia lalu menjadikan Pajang sebagai
wilayah di bawah kekuasaannya dan mengangkat diri sebagai Sultan Mataram.
Sutawijaya membangun
Kerajaan Mataram dan nol. Masa pemerintahannya disibukkan oleh upaya
menstabilkan pemerintahannya. Ia menghadapi perlawanan dari para bupati pesisir
seperti Demak, Tuban, Pasuruan, dan Surabaya. Akan tetapi, ia dapat
menyelesaikan dengan baik kecuali Surabaya.
Sutawijaya wafat pada 1601
M. Ia digantikan oleh Mas Jolang atau Panembahan Krapyak, anaknya. Mas Jolang
mewarisi pemerintahan yang belum stabil. Meskipun Madiun dan Kediri yang ikut
memberontak sudah bisa ditundukkan tapi Surabaya belum mau tunduk. Ia sempat
minta bantuan pada VOC, kongsi dagang Belanda di Batavia, untuk membantu menundukkan
Surabaya tapi tidak mendapat tanggapan.
Raden Mas Jolang/Panembahan
Krapyak wafat pada 1613 M. Ia digantikan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Sultan Agung berhasil membangun Mataram menjadi kerajaan besar yang stabil dan
kuat. Ia dapat menundukkan Surabaya. Dengan demikian, seluruh wilayah Jawa
bagian timur berada di bawah kekuasaannya.
Baginda mempunyai ambisi
yang kuat untuk menguasai seluruh Jawa. Oleh karena itu, Sultan Agung ingin
menundukkan Banten, kesultanan yang masih merdeka, dan Batavia yang sudah
dikuasai oleh Belanda melalui bendera VOC.
Sultan Agung sangat benci
pada VOC, karena VOC melakukan praktik monopoli perdagangan yang sangat
merugikan Mataram dan rakyat pada umumnya. Oleh karena itu, beliau bertekad
mengusir VOC dari tanah Jawa. Untuk merealisasikan tekadnya tersebut, beliau
melakukan persiapan penyerangan yang matang. Beliau melatih prajurit-prajurit
yang handal dan sakti mandraguna, memilih panglima perang yang handal, dan
melengkapi prajurit dengan persenjataan yang cukup.
Di samping itu, beliau juga
mempersiapkan bahan pangan yang cukup sebagai persiapan untuk peperangan jangka
panjang/memakan waktu lama. Sebelum penyerangan dilakukan, beliau mengirim
ribuan petani untuk membuka lahan pertanian di sepanjang garis pantai mulai
dari Kendal sampai Bekasi. Beliau memberi perintah kepada para petani tersebut
untuk membuat lumbung-lumbung padi di daerah masing-masing sebagai cadangan
bahan pangan bagi prajurit Mataram yang akan menyerang VOC.
Pada 1628 pasukan Sultan
Agung melancarkan serangan ke Batavia melalui darat. VOC sangat kewalahan atas
serangan yang dilancarkan dari berbagai arah ini. J.P Coen, Gubernur Jenderal
VOC tewas dalam peristiwa ini. Belanda segera minta bantuan tentara dari
Maluku. Dengan pasukan yang lebih besar, Belanda dapat melancarkan serangan
balik. Pasukan Mataram mundur ke daerah Bekasi. Akan tetapi, betapa terkejutnya
mereka ketika mendapatkan cadangan berasnya telah terbakar habis. Tampaknya
para pengkhianat telah membocorkan rencana ini kepada Belanda. Akibatnya
tentara Mataram tidak bisa bertahan lama. Serangan pertama ini gagal.
Sultan Agung tidak putus
asa. Pada 1629 Sultan melancarkan serangan lagi kepada Belanda di Batavia.
Belajar dan kegagalan serangan pertama, kali ini beliau membuat strategi baru.
Tentara Mataram melancarkan serangan melalui laut. Tampaknya Allah swt belum
berkehendak memberi kemenangan pada pasukan Sultan Agung ini. Serangan kedua
pun gagal.
Setelah Sultan Agung wafat
pada 1646 Kesultanan Mataram berangsur-angsur mengalami kemunduran. Hal ini
terjadi karena adanya perebutan kekuasaan di kalangan istana dan campur tangan
Belanda dalam pengangkatan sultan.
Sultan Agung berjasa dalam
memadukan budaya Jawa dengan Islam. Kalender Jawa yang berdasarkan peredaran
matahari diganti dengan dasar peredaran bulan (hijriah). Nama-nama bulan dan
han Jawa disesuaikan dengan nama bulan dan hari dalam penanggalan hijniah.
Beliau menyalin kitab-kitab syariat ke dalam bahasa Jawa. Beliau juga membuat
kesenian Jawa yang bernapaskan Islam.
D.
Kesultanan Cirebon dan Banten
Kesultanan didirikan oleh
Fatahillah. Fatahillah adalah panglima perang Kesultanan Demak. Ia juga menantu
Sultan Trenggono. Saat Sultan Trenggono berkuasa di Demak, ia memerintahkan
Fatahillah menyebarkan Islam ke arah barat pulau Jawa di samping untuk
membendung pengaruh Portugis yang sudah menjalin kerja sama dengan Kerajaan
Hindu Pajajaran. Hal ini harus dilakukan karena pada 1522 Portugis telah datang
di Pajajaran di bawah pimpinan Henrique Leme mengajak kerja sama perdagangan
dan membendung pengaruh Islam Demak.
Pada 1526 Demak mengirimkan
pasukan ke Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah. Misi ini membawa hasil
gemilang. Cirebon dapat ditaklukkan dalam waktu singkat karena mendapat bantuan
dan masyarakat yang sudah memeluk Islam. Fatahillah lalu melanjutkan ekspedisi
ke Banten. Di Banten pun Fatahillah mendapatkan kemenangan yang gilang
gemilang. Dan Banten, ia kemudian melancarkan serangan kepada Portugis yang
menguasai pelabuhan Sunda Kelapa (sekarang bernama Jakarta). Pada 22 Juni 1527
pasukan Fatahillah dapat mengalahkan pasukan Portugis yang dipimpin oleh
Francisco de Sa. Nama Sunda Kelapa lalu diubah menjadi Jayakarta, yang artinya
kota kemenangan.
Fatahillah kemudian menjadi
Sultan Cirebon. Akan tetapi, setelah berusia 60 tahun beliau lebih banyak
mencurahkan perhatian pada kegiatan dakwah Islam. Beliau wafat dalam usia 80
tahun dan dimakamkan di Gunung Jati Cirebon.
Kesultanan diserahkan pada
anak turunnya. Akan tetapi, keadaannya makin mundur. Pada zaman Mataram, Kesultanan
Cirebon dikuasai Mataram. Kemudian oleh Susuhunan Mataram diserahkan kepada VOC
Belanda.
Adapun Kesultanan Banten
mengalami banyak kemajuan Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten
mencapai puncak kejayaannya Sultan Ageng sangat berkeinginan mengusir Belanda
dari Batavia yang sejak 1602 berhasil merebut Jayakarta dan mengubahnya menjadi
Batavia Sultan sangat tidak senang pada Belanda karena memaksakan sistem
monopoli perdagangan.
Di pihak lain, Belanda juga
ingin menaklukkan Sultan Ageng karena menolak monopoli perdagangan. Demi
mencapai maksud ini, Belanda melakukan politik devide et impera, adu domba lalu
kuasai. Belanda lalu merayu Sultan Haji, anak Sultan AgengTirtayasa untuk
melawan ayahnya dengan imbalan akan dinaikkan takhta. Sultan Haji terbujuk
rayuan Belanda tersebut. Ia lalu memberontak kepada ayahnya sendiri dengan
bantuan Belanda. Sultan Ageng menyerah dan ditangkap oleh Belanda. Beliau lalu
dibawa ke Batavia dan meninggal di sana pada 1680 M.